PENEMBAK BURUNG GRUP MASPION
Maspion dan Alim Markus adalah dua nama yang tak terpisahkan. Di Jawa Timur, orang mengenal nama Maspion sebagai kelompok usaha besar, yang menjamah berbagai bidang usaha: industri peralatan rumah tanga, elektronik, perbankan, real estate hingga perbisida. Sedangkan Alim Markus dikenal sebagai Presiden Direktur Grup Maspion, yang mampu melambungkan nama Maspion sebagai salah satu kelompok usaha yang paling bersinar di Jawa Timur. Perkembangan Grup Maspion yang makin pesat belakangan ini memang tidak lepas dari sentuhan tangan dan kegigihan Alim Markus.
Maspion dan Alim Markus adalah dua nama yang tak terpisahkan. Di Jawa Timur, orang mengenal nama Maspion sebagai kelompok usaha besar, yang menjamah berbagai bidang usaha: industri peralatan rumah tanga, elektronik, perbankan, real estate hingga perbisida. Sedangkan Alim Markus dikenal sebagai Presiden Direktur Grup Maspion, yang mampu melambungkan nama Maspion sebagai salah satu kelompok usaha yang paling bersinar di Jawa Timur. Perkembangan Grup Maspion yang makin pesat belakangan ini memang tidak lepas dari sentuhan tangan dan kegigihan Alim Markus.
Pria berperawakan sedang ini rela mengorbankan pendidikan dan masa kecilnya untuk mulai berkiprah di dunia
bisnis. “Saya hanya mengenyam pendidikan sampai kelas dua SMP karena
keburu membantu usaha orang tua,” menurut Markus. Ya, pada usia
15 tahun, sebagai anak tertua Alim Markus, lelaki yang kini berusia 44 tahun itu diminta untuk membantu bisnis keluarganya, PT Logam Djawa –
produsen peralatan rumah tangga sederhana yang terbuat dari alumunium,
seperti panci dan wajan. Mulailah Remaja cilik Markus meninggalkan
pendidikan formal di Sekolah, dan memasuki ajang pendidikan yang
lebih luas: dunia bisnis. Ia keluar masuk pasar dan toko untuk
menjajakan barangnya. Bertemu dengan berbagai macam orang, dengan
karakternya yang beragam. Dari pergaulan itulah ia menimbah ilmu yang
tidak pernah diajarkan di Sekolah. Selain itu, karena merasa pendidikan
formalnya kurang, Markus pun mau bersusah payah menambah ilmu di sela-sela kesibukannya
menjalankan roda usaha. Ia mengambil berbagai kursus. “Pengetahuan saya
dari Sekolah kan sangat minim, mau nggak mau saya harus belajar
sendiri,” ujarnya. Maka, ia pun sibuk belajar akuntansi, bahasa Inggris
dan Jepang – belakangan ia juga belajar bahasa Korea dan Jerman.
Karena
perusahaannya masih kecil, Markus pun kemudian menjelajah berbagai aspek
dalam pengelolaan usaha. Selain menangani pemasaran dan distribusi, ia
pernah menjadi kasir, pemegang buku, dan pekerjaan lainnya. “Karena
saya membantu perusahaan sejak kecil sampai besar, maka saya
mengalami semua seluk beluk perusahaan,” kata Markus. Berkat
gemblengan masa lalunya, hingga kini Markus selalu ingin
mengetahui bagaimana perkembangan bisnisnya.
Jadi,
misalnya, ketika berjalan-jalan di pabrik, ia bisa tahu berbagai proses
produksi yang dijalani. Ia memang ingin mengetahui segala sesuatunya
secara rinci. “Kita harus mengetahui dan menguasai semua bidang
pekerjaan,” kata Markus. Tapi, itu tidak berarti dengan mengetahui
secara mendalam semuanya lalu Markus mengerjakan sendiri. “Sebagai
pimpinan kita harus bisa Mendelegasikan wewenang,”
tuturnya. Cuma ia punya sikap yang jelas,
Mendelegasikan wewenang adalah suatu keharusan, tapi dia tetap harus
tahu secara rinci. “Kan banyak pengusaha yang bersikap, Ngapain saya tahu secara detail, saya serahkan saja kepada orang sudah
cukup.’ Nah, yang seperti itu bukan pengusaha betul. Kita boleh
mengetahui, tapi jangan dikerjakan sendiri. Kalau dikerjakan sendiri,
kapan selesainya dan kapan memimpin orang lain.”
Agaknya, keterlibatan total Markus dalam pekerjaannya itulah yang membuat perusahaan keluarga Alim terus berkembang. Keinginan Markus untuk maju juga kian menggebu-gebu. Seiring dengan perkembangan usaha, Markus makin rajin menimbah ilmu dari berbagai sumber: mulai dari kursus-kursus (kalau perlu ke luar negeri) hingga berbagai seminar, dan pergaulan dengan kalangan bisnis. Ia pun kerap menyerap gagasan dari berbagai buku yang dibacanya. Kenapa Markus demikian bersemangat menempah diri? “Orang yang tanpa pengetahuan tidak akan menjadi profesional,” kata Markus. Tapi, pengetahuan saja dianggap tidak cukup. Profesional saja masih kurang. Harus ada faktor lain, yakni punya kemauan keras, disiplin, dan ketekunan. “Kalau punya kemauan keras tapi gampang putus asa, itu tidak betul, harus tekun dan langgeng. Kemauan keras tapi tidak disiplin, itu juga salah. Dan yang tak kalah penting kemampuan membawahkan (leadership),” kata Markus, membeberkan kiatnya memimpin Maspion. Belajar sambil berbisnis itulah yang menempahnya hingga cepat matang.
Agaknya, keterlibatan total Markus dalam pekerjaannya itulah yang membuat perusahaan keluarga Alim terus berkembang. Keinginan Markus untuk maju juga kian menggebu-gebu. Seiring dengan perkembangan usaha, Markus makin rajin menimbah ilmu dari berbagai sumber: mulai dari kursus-kursus (kalau perlu ke luar negeri) hingga berbagai seminar, dan pergaulan dengan kalangan bisnis. Ia pun kerap menyerap gagasan dari berbagai buku yang dibacanya. Kenapa Markus demikian bersemangat menempah diri? “Orang yang tanpa pengetahuan tidak akan menjadi profesional,” kata Markus. Tapi, pengetahuan saja dianggap tidak cukup. Profesional saja masih kurang. Harus ada faktor lain, yakni punya kemauan keras, disiplin, dan ketekunan. “Kalau punya kemauan keras tapi gampang putus asa, itu tidak betul, harus tekun dan langgeng. Kemauan keras tapi tidak disiplin, itu juga salah. Dan yang tak kalah penting kemampuan membawahkan (leadership),” kata Markus, membeberkan kiatnya memimpin Maspion. Belajar sambil berbisnis itulah yang menempahnya hingga cepat matang.
Tak heran jika dalam usia yang
masih cukup muda, 30 tahun, Alim Markus pun tampil sebagai Presdir
Grup Maspion, menggantikan posisi ayahnya pada 1980. Ketika itu, nama
Logam Djawa tidak lagi “berbunyi”, karena sejak 1971 Markus bersama
ayahnya mendirikan PT Maspion Plastic & Metal Manufacturing. Sejak
itu nama Maspion berkibar, dikenal sebagai produsen alat-alat rumah
tangga yang terbuat dari plastik dan alumunium. Di
industri plastik, yang dihasilkan Maspion bukan Cuma rantang atau
termos dan berbagai macam peralatan rumah tangga lainnya, tapi juga pipa
PVC. Bahkan lebih ke hulu lagi, masuk ke produk bijih plastik. Demikian pula di
alumunium, yang dihasilkan bukan lagi panci-panci sederhana, tapi dengan
bahan yang lebih baik, stainless steel dan peralatan rumah tangga
berlapis Teflon, serta aluminium untuk konstruksi.
Kini, puluhan
perusahaan bernaung di bawah bendera Maspion – kepanjangan nama Mas
Pionir. Karyawannya yang tersebar di tiga lokasi pabrik (Maspion Unit I,
II dan III) ada 20.000 orang. Untuk memimpin perusahaan sebesar
itu, Markus dibantu adik-adiknya: Alim Mulia Sastra, Alim Satria, dan
Alim Prakasa. Seperti diketahui, Grup Maspion dibagi dalam beberapa
divisi. Dan di setiap divisi, Markus berduet dengan salah satu adiknya.
Misalnya, di Indal Alumunium Industry, penghasil peralatan
rumah tangga dan berbagai jenis produk alimunium lainnya, Markus
bersama Prakasa tampil sebagai pemimpin. “Kalau saya tidak ada, misalnya
sedang keluar negeri, maka yang menangani perusahaan ya Pak Markus,”
kata Prakasa. Saudaranya yang lain hanya sebatas pemegang saham. “Saham
yang dimiliki sama besarnya, hanya saya yang lebih tinggi 5% di
bandingkan adik-adik saya untuk setiap perusahaan Grup Maspion,” kata
Markus.
Dengan pembagian wewenang seperti itu, proses pengambilan
keputusan bisa cepat. Misalnya, kalau ada usul untuk mengembangkan usaha
di Indal, maka yang berbicara cukup Markus dengan Prakasa. Jika
keduanya sepakat, rencana pun dijalankan. Jika tidak, maka perbedaan
yang muncul di bawa ke rapat setiap Senin. Rapat yang
diselenggarakan di kantor pusat Grup Maspion ini – di Jalan
Kembang Jepun, Surabaya – juga dihadiri oleh pemegang saham
mayoritas (50%) Grup Maspion, Alim
Husein. Di situlah keluarga Alim (Alim Husein, Alim Markus, Alim Mulia
Sastra, Alim Satria, Alim puspita dan Alim Prakasa) membicarakan
berbagai hal penting yang menyangkut perkembangan
Maspion.
Bagi Prakasa, peran paling penting dari Markus dalam
pengembangan bisnis Maspion adalah penataan sistem manajemennya yang
dilakukan pada tahun 1980-an. “Pak Markus sangat memperhatikan penataan
ini, mulai dari sistemnya hingga pengadaan perangkat
komputer pada tahap awal pengembangan perusahaan,” kata
Prakasa, yang baru terjun ke bisnis setelah meraih gelar
MBA dari Kanada. Dalam mengembangkan usaha, Markus sangat
selektif memilih mitra bisnis. “Kami selalu memilih mitra bisnis yang
terbaik di bidangnya,” kata Markus. Umpamanya, Maspion menggandeng Du
Pont (Amerika Serikat) yang memiliki teknologi Teflon – kemudian melebar
ke industri agrokimia. Dan bermitra dengan Samsung (Korea Selatan)
Maspion masuk ke industri elektronik dan electric home appliance,
seperti kipas angin dan Setrika.
Contoh lain, Raksasa Marubeni
diajak bermitra untuk menghasilkan produk antikarat. Ketika
membidik industri melamin, Maspion memilih mitra dari Thailand.
“Peralatan makan melamin yang dihasilkan perusahaan Thailand itu paling
tinggi mutunya di dunia,” kata Markus. Dengan memilih mitra yang paling
menonjol prestasi teknologi atau penguasaan pasarnya, Maspion akhirnya
mampu menghasilkan produk dengan kualitas tinggi. Itu sebabnya, pesanan
dari mancanegara mengalir ke Maspion. Sebuah jaringan toserba di
AS, misalnya, memesan
peralatan masak yang khusus dipasarkan di Negara Paman Sam itu
– Master Cuisine 9000.
Maspion kini sudah besar. Dan itu terjadi karena strategi ekspansi yang diterapkan Markus cukup mengena. “Kami menganut falsafah kalau kami menanam padi, hasilnya pun padi. Kalau kami menanamnya banyak, hasilnya juga banyak,” kata Markus. Jelas, bahwa di bawah kepemimpinan Markus, Maspion akan terus melakukan ekspansi, baik yang masih berkaitan dengan bisnis yang kini ditangani, atau sama sekali bidang usaha baru. Jangan tanyakan apa bisnis inti Grup Maspion. Sebab, bagi Markus, “Core business adalah bisnis yang bisa dikuasai.” Jadi, semua usaha yang dimasuki Maspion adalah bisnis inti. “Konsep saya lain. Kalau kami bisa bersaing dengan orang lain, itulah bisnis inti kami. Jadi, tak berarti saya hanya terjun ke satu industri, tanpa mengembangkan yang lain,” tuturnya serius. “Namanya usaha, ya segala bidang kami masuki,” ujarnya lagi. Bagi Markus, pengembangan usaha adalah hal yang perlu terus menerus dilakukan. Ibarat menanam pohon, kalau hanya bisa menanam lima pohon, lima itulah yang dipelihara sehingga manjadi besar. Setelah berbuah, tanam lagi pohon lain agar pohon yang ada di lahan usahanya bisa berkembang terus. “Dan di bidang itu kami harus menjadi market leader,” katanya. Itu dibuktikan dengan penguasaan pasar plastik peralatan rumah tangga nasional sebesar 30%, pipa PVC 40%, dan alumunium sheet 80%.
Maspion kini sudah besar. Dan itu terjadi karena strategi ekspansi yang diterapkan Markus cukup mengena. “Kami menganut falsafah kalau kami menanam padi, hasilnya pun padi. Kalau kami menanamnya banyak, hasilnya juga banyak,” kata Markus. Jelas, bahwa di bawah kepemimpinan Markus, Maspion akan terus melakukan ekspansi, baik yang masih berkaitan dengan bisnis yang kini ditangani, atau sama sekali bidang usaha baru. Jangan tanyakan apa bisnis inti Grup Maspion. Sebab, bagi Markus, “Core business adalah bisnis yang bisa dikuasai.” Jadi, semua usaha yang dimasuki Maspion adalah bisnis inti. “Konsep saya lain. Kalau kami bisa bersaing dengan orang lain, itulah bisnis inti kami. Jadi, tak berarti saya hanya terjun ke satu industri, tanpa mengembangkan yang lain,” tuturnya serius. “Namanya usaha, ya segala bidang kami masuki,” ujarnya lagi. Bagi Markus, pengembangan usaha adalah hal yang perlu terus menerus dilakukan. Ibarat menanam pohon, kalau hanya bisa menanam lima pohon, lima itulah yang dipelihara sehingga manjadi besar. Setelah berbuah, tanam lagi pohon lain agar pohon yang ada di lahan usahanya bisa berkembang terus. “Dan di bidang itu kami harus menjadi market leader,” katanya. Itu dibuktikan dengan penguasaan pasar plastik peralatan rumah tangga nasional sebesar 30%, pipa PVC 40%, dan alumunium sheet 80%.
Namun Markus juga sangat menekankan bahwa dalam pengembangan bisnis
tidak perlu serakah. Sebab, kalau serakah, bisa diibaratkan, “Kita
ingin menanam pohon sebanyak-banyaknya, tapi kewalahan menyirami dan memupuknya, sehingga hasilnya menjadi jelek.” Dalam menangkap peluang bisnis. Markus
mengumpamakan seperti memburuk burung. Dan sebagai pemburu peluang,
senjata utama pengusaha adalah permodalan. “Tanpa modal, kan tidak
mungkin menjalankan usaha. Modal ini pun harus diakumulasikan, karena
dengan modal kecil, usaha yang bisa dimasuki juga kecil,”
kata Markus.
Sedangkan kemampuan manajemen diibaratkan sebagai
kemahiran menembak. “Kita harus aktif. Peluang usaha adalah burung yang
harus dikejar,” ujarnya. Nah, dalam memburu peluang itu, ketepatan
waktu juga penting. Sebab, kalau tidak tepat, misalnya membidik terlalu
lama, bisa saja tiba-tiba burung tersebut terbang dan kesempatan pun
menghilang. “Harus punya keberanian untuk menembak pada saat yang
tepat,” kata Markus. Dalam bekerja, semangat efisiensi sangat mewarnai
gaya kerja dan penampilan Markus. Ruang kerjanya, misalnya, tidak
terlalu besar dan transparan dengan dinding dari kaca tebal. Orang yang
lalu lalang di depanya akan mengetahui apakah Markus ada di ruangan atau
tidak. Apalagi pintu ruang kerjanya selalu terbuka. Semangat
keterbukaan? Tidak persis dimaksudkan begitu. Yang diutamakan efisiensi.
“You buka pintu saja sudah kehilangan waktu sekian detik. Kan sayang.
Biarkan saja pintu terbuka, toh tidak ada nyamuknya,” kata Markus.
Ia
pun tidak khawatir gerak-geriknya terlihat oleh bawahannya. “Kalau sama
karyawan tidak apa-apa. Tamu kan tidak akan nyelonong begitu saja karena
sudah sering di bawah. Sekretaris saya pun bisa menghadap orang
sembarangan,” kata Markus. Kepercayaan Markus pada “filternya” memang
tidak belebihan. Begitu masuk ke kantor pusatnya di lantai pertama, orang akan
segera berhadapan dengan petugas yang akan menanyakan maksud kedatangan
orang itu. Jika diizinkan bertemu dengan bos Maspion, tinggal naik
tangga ke lantai dua, dan akan berhadapan dengan empat, ya empat
sekretaris Alim Markus. “Sekretaris saya memang empat. Tapi semuanya
efisien, bekerja penuh.
Coba you lihat kalau masuk ke kantor saya, tidak
ada orang yang membaca koran. Semua bekerja,” kata Markus. Tidakkah
pekerjaan para sekretaris itu bertabrakan satu sama lain? “Tidak.
Pekerjaan kami terbagi dalam beberapa masalah. Apalagi Maspion kan
perusahaan besar, ada puluhan perusahaan, sehingga permasalahan pun
banyak,” kata Wati, yang mengurus bidang umum. Sedangkan untuk urusan
jadwal kegiatan Markus, Catherine yang mengatur.
Begitulah, jika di luar kantor, atau sedang melaju di atas mobilnya,
Markus tinggal mengecek kepada Catherine, apakah ada orang yang
mencarinya. Jika ada, ia tinggal menghubunginya. Atau menanyakan
persoalan yang mesti diselesaikan pada sekretaris lain jika menyangkut
bidang usaha yang dibawahinya. Soal real estate, misalnya, akan langsung
berhubungan dengan Setyowati.
Markus, efisien menggunakan waktunya. Setiap hari, bangun pukul 5.00, lalu segera meluncur ke lapangan golf. Dari tempat olah raga, ia tidak balik ke rumah. “Saya mandi dan sarapan di tempat golf, dan langsung ke kantor,” kata Markus. Sebelum pukul 08.00 Markus sudah tenggelam dalam urusan kantor hingga sore hari. Karena itu, sepulang kerja, waktunya dicurahkan untuk keluarga. Markus pantang membawa pekerjaan ke rumah. Demikian pula isterinya, Srijanti, sama sekali tidak pernah menjamah atau merecoki pekerjaan suaminya atau urusan kantor. Jadi, setelah pulang dari kantor, di rumah waktu Markus dihabiskan untuk keluarga, dengan sang isteri dan dua anaknya yang masih kecil. Lima anaknya yang lain bersekolah di Singapura.
Praktis rumah di atas lahan seluas 1.800
meter persegi luas bangunannya sekitar 250 meter persegi yang ditata
apik itu terasa lengang. Dengan 47 pabrik dan 20.000 karyawan,
sebenarnya Maspion dan keluarga alim sudah boleh disebut sukses. Toh,
Alim Markus masih merasa bisa mengembangkan kelompok usahanya untuk
menjadi lebih besar lagi. Di benaknya sudah tergambar “peta”
perkembangan yang akan ditempuh dalam 5 – 10 tahun mendatang. “Jika
disituasi ekonomi dan politik tetap stabil seperti sekarang, kami bisa
terus berkembang dan menampung tenaga kerja sampai 50.000,” ujarnya.
Impian yang cukup “berani”. Soalnya, jangankan mengurus karyawan
puluhan ribu, mengelola karyawan yang jumlahnya ratusan saja bisa bikin
kelenger.- apalagi kalau muncul aksi mogok. Maspion pun pernah merasakan
bagaimana kacaunya situasi ketika para pekerja mogok pada tahun 1993
lalu.
Jika di perusahaan lain tuntutan utama pemogokan biasanya menyangkut penyesuaian upah atau gaji, di Maspion lain, karena tingkat upah di kelompok perusahaan ini memang selalu di atas upah minimal yang ditetapkan Pemerintah. Justru karena upahnya yang sudah lumayan itulah, Maspion terhindar dari pemogokan. Ketika aksi mogok merebak di Surabaya, seorang pejabat di sana menunjuk Maspion sebagai contoh perusahaan besar yang tak pernah dilanda pemogokan, dan meminta pengusaha di Surabaya mencontoh Maspion. Markus ingat persis omongan pejabat itu diucapkan pada bulan Juni 1993. “Eh, tak tahunya pada bulan Juli karyawan Maspion mulai mogok,” kata Markus. Yang menyulut pemogokan, menurut Markus, karena persoalan normatif. Para karyawan meminta agar pimpinan pabrik salah satu unit usahanya dipecat. Alasannya, kepala pabrik tersebut terlalu singkat memberi waktu istirahat, Cuma 39 menit, yang dinilai para karyawan tidak cukup untuk dipakai makan siang dan sembahyang. Apalagi jika hari Jum’at, karyawan harus pontang-panting makan dan sholat Jum’at. Telat sedikit, mereka disemprot pimpinan, lengkap dengan ancaman pemecatan.
Situasi itulah yang
membuat karyawan mangkir kerja. Markus akhirnya mencopot pimpinan
pabrik yang sok kuasa itu, dan memutasikannya ke bagian lain. Ternyata
kejadian itu diikuti oleh karyawan bagian lain. Mereka merasa mendapat
angin mogok dan meminta pimpinan yang tidak disukai dipecat. Sialnya,
ketika aksi mogok digelar terjadi kebakaran di tiga pabrik, “Di
Maspion unit 1 kan ada 15 pabrik, yang mogok itu empat pabrik,” kata
Markus. Permintaan para karyawan untuk memecat atasannya masing-masing
di pabrik kedua, ketiga, dan keempat, ditampik Markus. Ia meminta supaya
perselisihkan antara karyawan dan pimpinannya diselesaikan secara
hukum. “Siapa yang merasa dirugikan, silakan melapor ke Depnaker atau
melalui kepolisian dan ke pengadilan,” kata Markus. Kejadian itu memberi
hikmat kepada Markus untuk lebih memperhatikan aspek nongaji
karyawannya. Markus, kini setiap Sabtu sore 200 – 300 karyawan Maspion
Unit 1 diangkut untuk berolahraga; senam atau lari atau pertandingan
antarpabrik. “Mereka berolahraga dan kami menghitung waktu olahraga itu
sebagai lembur,” kata Markus. Saat berolahraga itulah, kebersamaan
karyawan dengan pimpinannya digalang. Energi para karyawan yang masih
muda-muda pun tersalur secara positif.
diambil dari : debujadiintan
diambil dari : debujadiintan
7 Fakta Tentang Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar